Tuesday, November 22, 2005

Tentang nilai

Pas lagi baca lagi kompas minggu, 2o nov 2005: Ketika Angka Menjadi Siksaan dan Jangan Kerdilkan Anak, gue langsung semangat 45 untuk ngasih comment. Gue yakin topik ini pasti dekat dengan kita, at least buat kita yang menghabiskan masa kecil - SMA di Indonesia.

Jaman dulu anak yang pintar identik sekali dengan nilai-nilai tinggi, padahal belum tentu khan. Dan anak yang nilai eksakta-nya tinggi otomatis dimasukkan dalam golongan 'anak pintar' sedangkan mereka yang menonjol dalam bidang tertentu, misalnya olah raga, seni tari, gambar dll belum tentu dimasukkan dalam golongan tersebut. Belum lagi dulu gue inget banget pas jaman kecil, ada guru yang dengan semangat 45 membagikan kertas ulangan dengan menyebutkan nilai si murid (seperti juga dituliskan di artikel tsb). Motifnya? Wah, ndak tau yah. Mungkin dalam pikiran si guru dengan dengan menyebut nilai maka mereka yang nilainya 'jeblok' bisa terpacu motivasinya.

Tapi what if si anak memang tidak suka dengan pelajaran itu, yang ada mata pelajaran itu akan terus jadi momok yang menakutkan. Hal ini berlaku juga bila kebetulan di pelajaran itu dapat guru yang 'killer'. Walhasil, bukannya tambah pinter tapi malah jadi sebal dengan pelajaran tersebut. Jadi ingat pas jaman saya SMP, ada satu guru yang super duper galak dan kalo kebetulan tidak bisa menjawab pertanyaan dia bisa ditanggung jidat benjol di keplak pake penghapus papan tulis. Belum lagi jaman SMA, guru biologi gue itu lady killer bow, alas roban juga kalah angker. So pasti semua tahu not to mess with her, tapi berkat beliau sampai detik ini masih nemplok di kepala gue nama latin kodok hijau, padi, anggur dan lain lain. Apal ngelotok luar dalem judulnya but does it make me an expert in biology? Hah..you tell me!!! So mostly, kita hafal akan jawaban tetapi apa sebetulnya kita mengerti? Semua mata pelajaran bisa di hafal, even mata pelajaran eksakta pun bisa tapi sebetulnya tujuan dari kita sekolah adalah 'mengerti' bukan 'menghafal' termasuk didalamnya 'menghafal' dihalaman berapa jawaban pertanyaan itu (baca:nyontek).

Belum lagi pelajaran PSPB jaman dulu yang pertanyaannya selalu dimulai dengan Menurut Anda...dan jawabannya:
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Tidak bisa ditentukan
d. Tidak Setuju
e. Sangat Tidak Setuju


hmm..nah jawabannya pasti either a or e. But what if kita memang hanya 'Setuju' atau 'Tidak Setuju'? Lha, katanya ditanya Menurut Anda...tapi pas dijawab sesuai hati nurani kok malah salah, piye toh iki?

Kalau jaman gue dulu, kita hanya ada 2 pilihan: masuk negeri atau swasta. Ada juga Int'l school tapi dulu juga cuman ada JIS aja deh. Tapi sekarang wah, ada nasional plus, ada semi homeschooling, ada yang pure homeschooling not to mention banyak pula Int'l school yang mulai bercokol. Of course....everything is in 'green' (baca: US Dollar). Disana tidak ada rangking atau juara 1 ,2 atau 3 untuk tiap cawu / semester. Sistim pendidikan mostly adopt cara luar dengan murid yang lebih sedikit, ada guru dan teaching assistant lalu nilai A , B dan C. Ekstrakurikuler yang beragam. So now, there ....you have a supermarket system for school..so many choices: public, private, national plus, Int'l school etc.

Sekarang it's a matter of finding which one is better for your lil one. Ada temen gue yang memang mau memasukkan anaknya ke nasional plus karena ada tambahan bahasa mandarin dan tidak mau menambah stress pada anaknya dengan banyaknya mata pelajaran yang harus di hafal. Ada juga yang memasukkan ke semi home schooling dimana beberapa hari anak belajar di sekolah dan sisanya belajar di rumah plus sekolah tersebut mengutamakan ajaran agama yang dianutnya. So, apa yang bakal dipilih oleh gue dan suami? Sampe detik ini kita masih memikirkan untuk menyekolahkan anak di sekolah swasta biasa. Why? Karena kita melihat sekeliling bahwa dulu kita atau teman-teman kita yang jebolan sekolah swasta atau negeri toh tidak kalah bersaing dengan local student ditempat kita menuntut ilmu dulu. And who says that --even if you graduate overseas bisa lebih sukses dari local graduate. HHmmmI don't think so and gue bisa bicara dengan fakta karena over these few years part of my job is hiring people.

Satu hal yang sebetulnya membuat concern gue pas pemilihan sekolah: cara guru mengajar. Pasti deh once, kita pernah ketemu guru yang kita tahu very smart tapi doesn't know how to teach. Teaching skill is very important menurut gue lho. Liat aja dulu, kalo gurunya enak ngajarnya otomatis mata pelajaran itu pasti kita lebih mudah mengerti. Tapi yang lebih penting juga adalah we, as a parents juga harus mau untuk terjun langsung ke dunia pendidikan anak kita. Sekolah itu hanya perpanjangan tangan kita untuk mendidik anak, so the biggest responsibility it's still yours. Lihat dan kembangkan bakat anak kita, bila mereka menemukan kesulitan coba cari jalan keluar bersama. But..again, sometimes talking is easy. You have to walk the talk. I still have another year before Kayla is ready for school..so let's see next year either I'm still the 'cool mom' or 'hellraising mom' who can wake up the dead by screaming over 1 + 1 equal what.

Ok, better end this mumble jumble thing before I kill someone over boredom. Anyway, I dedicade this posting to all my teachers back in the preschool - college years. Each and everyone of you make the best of me today. Thank you.

4 Comments:

At 11:31 AM, Blogger Fortuna said...

setujuuu... gini2 nih hasil didikan sekian tahun di sekolah swasta... tapi karena guru jaman dulu lebih cocok jadi pemain2 Tuturtinular.. Alias HAJAR BLEH! Gue jadi kayak benci sama sekolah. What made me stay? Friends and lots of them! Rani is definitely happy at where she is now... Thank goodness... Good luck ya Nic..! :)

 
At 11:40 PM, Anonymous Anonymous said...

Nice posting, hon mon!

Di Ind (sekolah, keluarga) itu lebih mementingkan hasil, tidak mementingkan proses. Apapun dilakukan untuk mendapatkan hasil yg bagus .. prosesnya terserah gimana ..heheheh.

Ngeliat maraknya berbagai jenis sekolah yg hadir di Ind, jadi merinding gitu ngebayangin kemungkinan akan timpangnya future generation kita. Lulusan dari sekolah2 negeri harus bersaing dgn lulusan sekolah swasta/swasta plus/sekolah asing/dll.

Eh .. baca artikelnya kompas dulu aaah.

 
At 11:44 PM, Anonymous Anonymous said...

Baru baca artikelnya. *sigh* kok belon berubah juga yach itu guru2 di sekolah.

 
At 12:55 AM, Anonymous Anonymous said...

good posting mon. gw di jkt cuma swasta pas sd doang, smp sma negri. tapi kakak adek gw semuanya swasta. swasta biasanya idem dg iuran sekolah yg lebih mahal = better education. gw denger di jkt skrg banyak alternatif buat sekolah yach. hebat2x...

dulu PSPB begitu yach? ampun...gw dah lupa, tapi kayaknya elo bener deh. duh amit2x yach...bloon bgt deh kita2x dulu dibegoin ama guru2x. i mean...udah blajar cape2x masa pilih jawabannya setuju/ga setuju. kita dulu ga diajarin to be critical sih yach. di amrik anak2x dr kecil udah diajarkan utk berpikir dan bertanya.

gw agree ama lo, lulusan luar ato dalem ga masalah. peranan ortu dimasa anak berkembang penting bgt..bgt! kayla beruntung punya mami spt elo:)

 

Post a Comment

<< Home